SUPI.id – Tanggal 3 Mei 2024 adalah 3 tahun saya berkhidmah menjadi Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF). Pada tanggal itu tahun 2021, saya diangkat oleh Pengurus Yayasan Fahmina sebagai rektor menggantikan posisi Mbak Nyai Dr. Afwah Mumtazah, M.Pd. yang mengundurkan diri setelah 1 tahun menjalani tugas sebagai rektor dari periode keduanya (2016-2020).
Oleh karena itu, masa khidmah saya sebagai rektor hanya 3 tahun saja, 2021-2024, karena posisinya meneruskan kepemimpinan sebelumnya.
Tak Seorangpun Mau
Setelah pengunduran diri Mbak Nyai Afwah, tak seorang pun di antara Pengurus Yayasan dan aktivis Fahmina yang mau ditunjuk dan diangkat menjadi rektor ISIF, termasuk saya.
Sebetulnya secara gelar dan kemampuan, yang layak menjadi rektor saat itu adalah sahabat saya Dr. KH. Faqih Abdul Kodir, Lc., MA. Dia sudah punya gelar doktor dari UGM, lulusan Syiria (S1) dan Malaysia (S2), pinter, dan banyak karya intelektualnya.
Akan tetapi ntah mengapa, dia tidak mau dan menolak posisi luhur ini. ‘Paksaan’ Kyai Helmi Ali Yafie dan Buya Husein Muhammad gak mempan sama sekali. Walhasil, kepemimpinan ISIF mauquf.
Berbeda dengan jabatan rektor PTKIN yang diperebutkan banyak orang, bahkan dengan berbagai cara untuk memperolehnya, jabatan rektor ISIF malah saling lempar. Karena menjadi rektor ISIF jangankan untung, bahkan malah buntung. Tidak ada keuntungan secara materiil, yang ada adalah ‘tombok’.
Sebagaimana pada umumnya PTKIS mungil seperti ISIF, masalah yang dihadapi menggunung, tapi energi mengering. Kalau pun ada energi, sungguh sangat tidak memadai. Ini yang sangat saya pahami, mengapa tak seorang pun mau menjadi rektor ISIF saat itu.
Tentu ini pengecualian bagi Kyai Faqih. Saya bersaksi, ketidakmauan Kyai Faqih bukan karena ini. Kyai Faqih memiliki segalanya bahkan surplus, leadership, managerial, energi dan solusi, tapi ntah mengapa saat itu gak mau memimpin ISIF.
Menerima, Karena Cita-cita
Atas desakan dari Kyai Helmy Ali dan Buya Husein berkali-kali, akhirnya saya tak kuasa menolak untuk diberi amanah yang sangat berat sebagai rektor ISIF, meneruskan periode Mbak Nyai Afwah.
Di sini, saya ingin menjelaskan bahwa saya tidak menginginkan jabatan ini, tapi saya ‘dipaksa’ untuk menerimanya. Sebab kalau tidak, maka akan terjadi fatroh kepemimpinan ISIF.
Selain menghindari terjadinya fatroh imamah ISIF, di antara yang membisiki saya untuk tidak menolak adalah cita-cita saya.
Sejujurnya dan berterus terang, saya memiliki cita-cita yang besar tentang pendidikan, pengkaderan ulama perempuan, dan peradaban yang adil dan bermartabat. Ini sudah lama saya sampaikan di hadapan para pengurus Yayasan dan aktivis Fahmina dalam banyak kesempatan dan utamanya ketika Rapat Tahunan.
Cita-cita inilah yang menguasai saya dan yang membuat saya ngotot untuk mempertahankan eksistensi dan mengembangkan ISIF meskipun dengan tantangan yang tidak ringan.
Untuk periode berikutnya pun, saya tidak akan mencalonkan diri, tapi jika ada yang mencalonkan atau mengusulkan saya karena kesamaan cita-cita, ya silahkan. Alih-alih merebut, menerima terpaksa pemberian amanah saja, bagi saya, sangat berat sekali.
Sekali lagi saya ingin menegaskan bahwa saya sendiri sebetulnya menolak, tapi cita-cita saya tentang pendidikan, pengkaderan ulama, dan peradaban yang adil dan bermartabat menguasai saya untuk tidak menolaknya.
Prinsip saya, amanah tidak boleh diminta apalagi diperebutkan, tapi jika diberi kepercayaan dan diduga kuat akan membawa kemaslahatan maka menolaknya adalah bukan perbuatan yang baik.
Pelantikan Online
Akhirnya, pada 08 Juli 2021 keluarlah SK Pengurus Yayasan Fahmina Nomor 04/Kep.BP/YF/VII/2021 tentang pengangkatan saya sebagai Rektor masa bakti 2021-2024.
Sebagai rektor tertunjuk, saya kemudian menyusun Badan Pengelola ISIF, mulai dari Wakil Rektor, Kepala Biro, Dekan, Direktur Lembaga, Direktur Pusat Studi, hingga Kepala Program Studi dan Sekretaris Program Studi. Susunan struktur pengelola ISIF ini saya keluarkan dalam Surat Keputusan Rektor Nomor Nomor: 49/PP.001/ISIF/IV/2023, tanggal 25 Agustus 2024.
Kita tahu, tahun 2021 adalah masa pandemi Covid-19. Banyak hal dibatasi dan dikurangi. Oleh karena itu, masih segar dalam ingatan saya pelantikan Rektor oleh Yayasan Fahmina dan pelantikan Wakil Rektor, Kepala Biro, Dekan, Direktur Lembaga dan Pusat Studi hingga Kepala Prodi dan sekretarisnya dilakukan secara online melalui media zoom.
Bervisi Terbarukan
Dalam pelantikan yang disaksikan ratusan orang itu, saya ingin memberikan kesan yang berbeda. Sebelum pelantikan, saya telah merumuskan kembali visi, misi, motto, dan tagline ISIF.
Dalam rumusan itu, di antarannya saya menyatakan bahwa “ISIF adalah Kampus Transformatif untuk Keadilan, Kemanusiaan, dan Kerahmatan Semesta.” Motto ISIF “Terdepan dalam Riset dan Publikasi Islam, Gender, dan Transformasi Sosial.”
Dengan perubahan ini, maka struktur pengelola ISIF yang menopangnya juga berubah. Saya ingat betul, saat pelantikan saya mengangkat 8 Direktur Lembaga dan 10 Direktur Pusat Studi.
Sungguh ini belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan di perguruan tinggi yang lain, karena kami memilki cita-cita yang besar dalam membangun pendidikan ini agar berdampak pada perwujudan peradaban umat manusia yang adil dan bermartabat.
Sejak itu saya juga mengubah logo tampilan ISIF, termasuk tampilan di surat.
Dalam pelantikan itu, kami sekaligus meliris video profil ISIF yang belum pernah dibuat sebelumnya. Video ini diproduseri dalam waktu cepat oleh istriku Nurul Bahrul Ulum dan tim, yang naskahnya saya tulis sendiri.
Begitulah awal kami mulai membangun kembali ISIF setelah sebelumnya jeda beberapa tahun. Tahun 2008, saya bersama Buya KH. Dr. Husein Muhammad Dua, KH. Dr. Faqihuddin Abd Kodir, dan Allah yarham KH. Dr. Affandi Mochtar mendirikan ISIF. Pada preiode awal ini, di mana fondasi dasar akademik ISIF dibangun, saya menjadi Wakil Rektor dari Rektor Prof. Dr. KH. A. Chozin Nasuha, 2008-2012.
Selama tahun 2012-2020, saya tidak terlibat secara struktural sebagai pelaksana ISIF, tapi menjadi Pengurus Yayasan Fahmina. Saya baru mulai lagi tahun 2021, kini 3 tahun saya memulai kembali membangun cita-cita di ISIF. []