Dari Novel Hati Suhita Kita Belajar, Nikah itu Perlu Kerelaan Kedua Belah Pihak

Untitled-design-4-750x375

Judul buku : Hati Suhita
Penulis : Khilma Anis
Jumlah halaman : x + 405 halaman,14 x 20,5 cm
Penerbit : Telaga aksara
ISBN : 978-602-51017-4-8

SUPI.id – Beberapa bulan yang lalu, TikTok sempat ramai membicarakan film yang berjudul Hati Suhita. Sebenarnya waktu itu, saya hanya mengikutinya lewat potongan-potongan video yang beredar di media sosial.

Namun, dua minggu kemarin seluruh teman-teman Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) diminta untuk membaca satu buku yang kemudian akan di diskusikan dan dijadikan bahan tulisan, dan saya memilih untuk membaca buku Novel Hati Suhita.

Alasannya sebenarnya sangat sederhana sih, karena ingin membandingkan apakah ceritanya sama dengan filmnya, atau ada part-part yang tidak ada dalam filmnya.

Sejauh pengetahuan saya, novel Hati Suhita adalah salah satu karya Ning Khilma Anis. Seorang perempuan hebat yang saat ini tengah menjadi pengasuh di pondok pesantren Annur Kesilir Wuluhan Jember.

Novel Hati Suhita bercerita tentang perjodohan yang terjadi antara Rayhan Al Birruni atau bisa dipanggi Gus Birru, anak semata wayang Kiai Hannan pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar dengan Alina Suhita, putri Kiai Jabbar, seorang pengasuh di Jawa timur.

Perjodohan yang terjadi antara Alina dan Gus Birru ternyata tidak berjalan mulus. Keduanya berada dalam relasi yang tidak sehat, hubungannya renggan dan dingin. Sepanjang usia pernikahan keduanya pisah ranjang. Bahkan Gus Birru selalu mendiamkan dan mengabaikan Alina sebagai istrinya.

Hal ini terjadi karena Gus Birru sama sekali tidak menghendaki pernikahan tersebut. Gus Birru dipaksa untuk menikahi Alina, perempuan pilihan ayah dan ibunya. Dengan alasan berbakti, ia terpaksa menerima perjodohan tersebut.

Di sisi lain, Alina pun sama, merasa ragu untuk menikah dengan laki-laki yang sebelumnya tidak pernah ia kenal dengan baik. Namun karena alasan berbakti pada kiai dan nyai, ia berusaha ikhlas menerima perjodohan tersebut. Meskipun pada akhirnya ia harus menanggung beban yang luar biasa, karena tidak pernah dianggap ada oleh suaminya.

Perbedaan Latar Belakang

Saya melihat ada dua hal yang menyebabkan relasi Alina dan Gus Birru renggang. Pertama, perbedaan latar belakang. Alina dan Gus Birru mempunya dunia yang sangat berbeda, Gus Birru seorang aktivis, ia gemar berorganisasi, mendalami filsafat dan mengelola bisnis cafe serta penerbitan buku.

Sedangkan Alina adalah anak kiai yang dipingit dan menghabiskan masa remaja sebagai santri pondok salaf yang mendalami hafalan al-Qur’an. Ia sedari kecil sudah dipersiapkan untuk menjadi menantu Kiai Hanan.

Perbedaan latar belakang ini jelas-jelas menjadi benteng pemisah antara keduanya. Dengan begitu, menurut saya siapapun yang hendak menikah, penting sekali untuk mengenal latar belakang masing-masing. Sehingga keduanya bisa saling memahami dan mendukung satu sama lain.

Kedua, dalam ceritanya, Gus Birru tidak mau menikah dengan Alina, sebab ia sudah punya perempuan pilihannya sendiri, yaitu Ratna Rengganis. Seorang perempuan cerdas yang aktif di lembaga pers kampus. Kecerdasan dalam menulislah yang membuat Gus Birru sangat mengagumi sosok Ratna.

Hubungan yang belum selesai antara Gus Birru dan Ratna Rengganis juga menjadi salah satu hal yang membuat pernikahan Gus Birru dengan Alina tidak harmonis. Ketiganya terjebak dalam relasi yang tidak sehat, Gus Birru gagal move on dari Rengganis, Rengganis harus ikhlas karena pasangannya telah menikah dengan perempuan lain, dan Alina harus berperang dengan dirinya sendiri, karena selalu dianggap tidak ada oleh suaminya sendiri.

Paksaan dalam Pernikahan akan Menimbulkan Masalah

Melihat cerita dalam Novel Hati Suhita ini, saya semakin yakin bahwa pernikahan atas dasar paksaan itu selalu akan menimbulkan berbagai masalah. Meskipun akhir dari cerita tersebut happy ending, namun tetap saja relasi yang mereka jalani dalam pernikahan model seperti itu sangatlah tidak mudah.

Justru saya berpikir, jika ini terjadi pada perempuan dan laki-laki yang mental, ekonomi dan pengalamannya belum matang. Mungkin akhir ceritanya tidak seindah pasangan Alina dan Gus Birru. Bisa jadi justru berakhir dengan perceraian.

Hanya saja karena ada keteguhan hati Alina untuk bertahan dan keikhlasan Rengganis untuk merelasakan Gus Birru bersama perempuan lain, pernikahan yang awalnya penuh keterpaksaan bisa berakhir dengan indah.

Dengan begitu, karakter dua perempuan dalam tokoh Novel Hati Suhita ini sangat patut kita apresiasi dan contoh. Keduanya tidak saling menjatuhkan, meskipun tengah mengalami rasa sakit dan luka yang sama.

Terakhir, saya juga ingin menyampaikan bahwa dalam ikatan pernikahan, laki-laki dan perempuan harus sama-sama merasa ridha dan menerima. Jangan ada keterpaksaan, sebab akhir dari rasa terpaksa seringkali ialah luka.

Nikah itu ibadah terpanjang, maka sebelum memutuskan untuk menikah, kedunya harus sama-sama siap dan mau. Sehingga pernikahan tersebut bisa mereka jalani dengan penuh kebahagiaan. Bukan dengan keterpaksaan. []