SUPI.id – Saya ini kan pembelajar (muta’allim, learner). Santri dan mahasiswa abadi, sepanjang hayat. Selalu mencoba dan menciptakan: kadang langgeng, kadang gugur di tengah jalan.
Dulu, pada tahun 1990an akhir, saya dan kawan-kawan, ada Kang Iip Dzulkipli Yahya di situ, mendirikan INCReS (Institure for Culture and Religion Studies) di Bandung.
Pada tahun 2000, bersama dengan Buya KH. Husein Muhammad, Kyai Faqihuddin Abdul Kodir, Alm. Kyai Affandi Mochtar, mendirikan Fahmina-institute di Cirebon. Lalu pada tahun 2008, mendirikan perguruan tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF).
Pernah juga mendirikan Klub Kajian Bildung di Ciputat saat studi S2 dan S3 (1996-2001), mendirikan Forum Arisan Fikir di Losari (1995-1996), mendirikan Lakpesdam PCNU Kab. Cirebon (1996-1998), dan lain-lain.
Nah, pada tahun 2022 kemarin — atas dorongan Buya Husein Muhammad Dua– kami memberanikan diri belajar ‘ngopeni’ anak orang lain untuk belajar lebih serius tentang agama, kemanusiaan, dan keadilan. Saya dan istriku Nurul Bahrul Ulum mencoba mendirikan Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina di belakang rumahku yang mungil di kampus ISIF Majasem. Sekarang, alhamdulillah sudah 2 angkatan. Setiap angkatan hanya menerima maksimal 20 orang laki-laki dan perempuan. So, sekarang sudah ada sekitar 30 orang, masih jauh dari apa yang disebut Pondok Pesantren.
Niatan Pesantren ini didesain sebagai Pesantren Mahasiswa. Oleh karena itu, semua mahasantriwa –begitu kami menyebut– semuanya adalah mahasiswa ISIF. Seluruh mahasantriwa kami sediakan beasiswa penuh, pendidikan dan asrama. Kecuali makan dan laundry mereka biayai dan atur sendiri.
Mereka, para mahasantriwa ini, kami kerangkakan secara akademis dalam Program Khusus SUPI (Sarjana Ulama Perempuan Indonesia) di bawah ISIF Cirebon.
Selain menjadi mahasiswa ISIF, mereka juga menjadi mahasantri Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina. Oleh karenanya, kami sebut mahasantriwa (mahasantri-mahasiswa).
Kuliah mereka adalah mesantren, dan pesantren mereka adalah kuliah. Kuliah dan pesantren menyatu (integrated) dalam Program Khusus SUPI ini.
Sesuai dengan namanya, SUPI terhubung dengan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia). Saya sebagai salah seorang bagian kecil dari eksponen kelahiran dan pendirian KUPI merasa terpanggil untuk merancang model pendidikan dan pengkaderan ulama perempuan Indonesia.
Setelah ikut melahirkan Ma’had Aly Kebon Jambu di Pesantren Pondok Kebon Jambu Al-Islamy Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon pada tahun 2017 dan memimpinnya sebagai mudir selama 5 tahun (2017-2023), kami coba mendesain Program SUPI di bawah pendidikan tinggi ISIF. Program inilah yang terpikir oleh saya ketika pertama kali saya dipercaya oleh Yayasan Fahmina untuk memimpin ISIF sebagai Rektor sejak tahun 2021.
Dengan demikian, visi dan misi SUPI nyaris sama dengan KUPI. Jika KUPI punya Trilogi Perspektif, maka SUPI memilik Tetralogi Perspektif. Yakni Trilogi KUPI (Keadilan Hakiki ala Bu Nyai Nur Rofiah, Mubadalah ala Kyai Faqihuddin Abd Kodir, dan Ma’ruf ala Bu Nyai Badriyah Fayumi) plus Pribumisasi Islam (tabarrukan dari gagasan KH Abdurrahman Wahid, Gus Dur, Mahakyai saya).
9 Nilai yang dianut KUPI juga dianut oleh SUPI. Demikian juga 9 Nilai Utama Gus Dur –di mana saya ikut serta merumuskannya– juga diterapkan dalam SUPI. Walhasil, SUPI ini seperti KUPI plus Gusdurian. Tabarrukan sama Ning Alissa Q. Wahid.
Nah, setelah menjalani masa dua tahun ini ada kebutuhan identitas. Logo, tagline, dan lagu mars. Istriku Nurul bilang, saatnya kita punya lagu mars.
Mendengar permintaan istriku, saya teringat qoshidah yang sering dibacakan civitas akademika Pondok Pesantren Dar Al Tauhid Arjawinangun Cirebon, santri dan alumninya, sebagai lagu wajib dalam setiap acara formal, yaitu lagu qoshidah “ad-dinu lana”. Saya sendiri sebagai santri hafal lagu ini karena sangking seringnya dilagukan.
Akhirnya, yang terpikirkan atas permintaan istriku adalah membuat lagu qoshidah seperti ad-dinu lana. Setelah corat-caret dengan memasukkan istilah-istilah kunci perspektif dan nilai-nilai yang dianut SUPI, seperti keadilan (al-‘adlu), kesetaraan (al-musawah), kemanusiaan (al-insaniyyah), kemaslahatan (al-mashlahah), moderasi (at-tawassuth), keseimbangan (at-tawazun), kebangsaan (al-muwathonah), dan kasih sayang (ar-rahmah), akhirnya saya kasih judul “al-‘adlu lana” (keadilan hak kita).
Untuk memastikan ketukan dan struktur secara arudl, saya minta bantuan dan konsultasi kepada sahabat saya, alumni PPWK Lakpesdam PBNU periode 2015-2021, Buya Dr. TGH. Muhammad Subki Sasaki dari Pondok Pesantren Nurul Madinah, Lombok Barat, NTB. Dengan kepakarannya dalam membuat sya’ir dan nadham, saya menyetujui apa yang beliau sarankan dan sempurnakan. Oleh karena itu, saya ingin menyebutnya bahwa qoshidah “al-‘Adlu Lana” ini ditulis berdua, saya dan Buya TGH Subki Sasaki.
Kebetulan Ramadlan tahun ini 2024, kita mengundang Qori dari Garut untuk mengajari mahasantriwa belajar tilawah al-Qur’an bi nagham. Namanya Ustd. Rohmatussalam. Istri saya Nurul memintanya untuk melagukan, membuat aransemen qoshidah “al-Adlu Lana” ini. Dengan kemampuan tilawahnya yang jago, dalam waktu cepat Ustdz. Rohmatussalam melagukan qoshidah ini dengan lagu yang berbeda dengan “ad-Dinu Lana”.
Setelah perbaikan pelan-pelan dari lagu ke lagu, akhirnya diputuskan lagu yang tayang di Youtube Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina. Setelah yakin, baru kemudian produser video ini, istriku Nurul Bahrul Ulum, mengajak Ustdz. Rohmat dan para mahasantriwa untuk rekaman di studio.
Setelah rekaman ok, lalu atas skenario produser dibuatlah video clips sebagaimana yang ada di Akun Youtube Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina.
Itulah mata rantai historitas video clips yang sudah dibuat kroyokan oleh Tim SUPI ISIF Pesantren Fahmina. []
*Mari tonton videonya di Youtube Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina. Berikut linknya : https://youtu.be/P5GaUlhbjGg?feature=shared